Konsep Tentang Pajak Atas Penyerahan Barang

Pajak Atas Penyerahan Barang
Di Indonesia berlaku bermacam-macam jenis pajak yang dapat dipelajari pada mata kuliah Dasar-dasar Perpajakan.
Dari bermacam-macam jenis pajak ini apabila dikelompok-kelompokkan (digolongkan) siapa yang berhak memungut, terdiri dari kelompok jenis-jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang disebut dengan golongan Pajak Negara. Sedangkan kelompok jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah disebut golongan Pajak Daerah.
Jenis-jenis pajak yang termasuk golongan Pajak Negara apabila ditinjau secara pemungutannya, terdiri dari Pajak Subjektif dan Pajak Objektif. Sedangkan golongan pajak yang disebut terakhir ini dapat pula disebut Pajak Kebendaan.
Kedua golongan ini berbeda dalam penekanan timbulnya utang pajak. Pajak golongan Pajak Subjektif, menekankan subjek pajak sebagai unsur pertama timbulnya kewajiban pajak, sehingga tertuang tidaknya tergantung pada ada atau tidaknya objek pajak yang mendampingi. Sebaliknya bagi golongan pajak objektif tidak mempersoalkan adanya subjek pajak, melainkan setiap terjadi transaksi termasuk penyerahan barang sudah tertuang pajak.
Pajak atas penyerahan barang yang tergolong Pajak Negara mengalami perkembangan. Kelahiran diawali dengan pajak Peredaran, meskipun masa berlakunya singkat sekali, hanya 9 (sembilan) bulan. Kemudian Pajak Peredaran diganti dengan Pajak Penjualan yang sifatnya berbeda dengan Pajak Peredaran, terutama di bidang tarif dan tingkat pemungutannya. Mulai 1 April 1985, Pajak Penjualan diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai yang memiliki sifat berbeda dengan Pajak Penjualan, juga di bidang tarif dan tingkat pemungutannya. Yang menonjol dalam Pajak Pertambahan Nilai mempunyai sasaran yang menghilangkan pajak berganda dan mendorong pengusaha untuk mengadakan catatan sebagai pelaksanaan tertib administrasi serta mendorong kegiatan ekspor dengan diterapkan tarif 0% (nol persen).
Pajak Pertambahan Nilai juga merupakan perubahan dalam arti pengembangan baik dalam periode 1985, 1994 sampai dengan 2000 maupun sejak 1945.

Sistem Pemungutan dan Instansi Pemungut
Pemungutan pajak atas penyerahan barang diakhiri dengan beban pajak yang ditanggung oleh pembeli. Dengan tujuan agar dicapai pemungutan pajak yang efisien dan efektif, sistem pemungutannya dilakukan melalui pihak yang menyerahkan barang dengan memberikan wewenang dan kewajiban. Wewenangnya, memungut sekaligus menghitung pajak yang tertuang. Kewajiban adalah:
1. menyetorkannya ke Kas Negara.
2. melaporkan tentang pelaksanaan menghitung, memungut dan menyetor pajak tersebut kepada Inspeksi Pajak.
3. mengadakan pembukuan sebagai tertib administrasi, kecuali apabila ditentukan lain.
Sistem pemungutannya tidak periodik, melainkan kapan terjadi peristiwa termasuk arti penyerahan, meskipun pelaksanaan penyetoran dan pelaporan di atas dilakukan dalam suatu masa tertentu, pada umumnya setiap bulan. Pemungutannya dapat dilakukan pada sumber dan dapat pula dilakukan pada distribusi. Sifat pengenaannya ada yang dilakukan sekali saja, tetapi ada pula yang dikenakan lebih sekali. Pengenaan pajak sekali adalah pengenaan pajak dilakukan hanya sekali pada salah satu jalur ekonomi, misalnya hanya pada tingkat Pabrikan saja. Sedangkan pengenaan pajak lebih dari sekali adalah pengenaan pajak pada setiap jalur ekonomi.
Saat terutangnya pajak dapat ditentukan pada saat pembayaran dan dapat pula ditentukan pada saat penyerahan barang. Apabila ditentukan bahwa saat terutangnya pajak pada saat pembayaran, wajib pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak dibebani penyediaan dana untuk membayar pajak terlebih dahulu. Sebaliknya, apabila ditentukan bahwa saat terutang pajak pada saat penyerahan barang menimbulkan risiko bagi Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak untuk menyediakan dana dalam rangka melunasi pajak terlebih dahulu, terhadap penyerahan barang yang dilakukan dengan pembayaran kredit.
Dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, selain Pemerintah Pusat yang berhak memungut pajak demikian juga Pemerintah Daerah yang mempunyai kedudukan sebagai Daerah Otonom. Oleh karena itu terjadinya penggolongan pajak antara pajak negara yang meliputi jenis-jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan Pajak Daerah yang meliputi jenis-jenis pajak yang dipungut Pemerintah Daerah. Hal ini mencerminkan adanya 2 (dua) instansi yang berhak memungut pajak, satu di antaranya adalah Departemen Keuangan sebagai satu-satunya Departemen yang ditunjuk untuk mengelola pemungutan Pajak Negara. Secara Operasional, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan 2 (dua) instansi yang ditugaskan mengelola perpajakan. Bedanya, pada Direktorat Jenderal pajak ditugaskan mengelola pajak umum termasuk Pajak Peredaran yang diganti dengan Pajak Penjualan serta pengganti berikutnya, Pajak Pertambahan Nilai. Pada tingkat daerah pelaksanaan pemungutan pajak tersebut Direktorat Jenderal Pajak diwakili oleh Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Pelayanan PBB. Dengan demikian instansi yang ditunjuk memungut pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak.
Pajak Daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat tetapi dipungut oleh Pemerintah Daerah. Jenis-jenis Pajak Daerah ada yang benar merupakan pajak daerah, tetapi ada pula yang berasal dari Pajak Pusat yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan diserahkan kepada Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Daerah atasannya.
Pemungutan Pajak Daerah dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Karena adanya pajak Daerah Tingkat I dan Pajak Daerah Tingkat II maka Dispenda juga meliputi Dispenda Tingkat I dan Dispenda Tingkat II.